Aturan bagi mereka yang berdemonstrasi
Meskipun terdapat jaminan kebebasan berpendapat melalui demonstrasi maupun aksi lainnya, rakyat juga memiliki tanggung jawab untuk menaati aturan yang berlaku.
Sesuai dalam Pasal 6 Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998, berikut kewajiban warga negara yang ingin menyalurkan pendapatnya di muka umum:
Masyarakat juga berhak berperan dan bertanggung jawab untuk memastikan penyampaian pendapat di muka umum dapat berlangsung secara aman, tertib, dan damai.
Selanjutnya, dalam Pasal 7 diterangkan dengan jelas, aparat pemerintah wajib untuk melindungi hak asasi manusia, menghargai asas legalitas, menghargai prinsip praduga tidak bersalah, dan menyelenggarakan keamanan.
Dengan demikian, kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum merupakan kebebasan berekspresi dari rakyat untuk menyuarakan pendapat atau ketidakpuasan mereka atas rezim yang sedang berkuasa.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News
Jakarta - Direktur Jenderal Hak Asasi Manusia, Dhahana Putra menyampaikan keprihatinan mendalam atas laporan terkait adanya dugaan pelarangan penggunaan jilbab pada sebuah rumah sakit swasta di kawasan Jakarta Selatan. Tindakan tersebut dianggap sebagai pelanggaran serius terhadap prinsip-prinsip Hak Asasi Manusia (HAM)yang telah dijamin oleh konstitusi dan perundang-undangan Indonesia.
"Dalam konteks Hak Asasi Manusia, kebebasan beragama dan berkeyakinan adalah hak fundamental yang diakui oleh Undang-Undang Dasar 1945 dan harus dijamin oleh negara. Pasal 28E ayat (1) UUD 1945 menegaskan bahwa setiap orang berhak untuk memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, sementara Pasal 29 ayat (2) UUD 1945 memastikan bahwa negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agama dan beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya," ujar Dirjen HAM.
Selain itu, Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia juga dengan jelas mengatur bahwa setiap orang berhak untuk bebas memeluk agamanya dan beribadat menurut keyakinannya. Pasal 22 UU No. 39/1999 menegaskan bahwa negara harus melindungi hak asasi manusia terkait kebebasan beragama dan berkeyakinan, termasuk dalam hal ekspresi keyakinan melalui cara berpakaian seperti penggunaan jilbab.
Dirjen HAM menambahkan bahwa pelarangan penggunaan jilbab di sektor layanan publik tidak hanya bertentangan dengan undang-undang, tetapi juga mencederai semangat pluralisme dan toleransi yang merupakan bagian dari identitas bangsaIndonesia. "Sektor layanan publik, termasuk rumah sakit dan lembaga-lembaga pemerintah, seharusnya menjadi teladan dalam menghormati dan melindungi hak-hak individu, termasuk hak untuk menjalankan keyakinan agamanya secara bebas," tegasnya.
Dalam upaya menindaklanjuti isu ini, Dirjen HAM merencanakan pengiriman tim yang akan berkomunikasi langsung dengan pihak-pihak terkait di lapangan untuk memahami kondisi yang sebenarnya. Langkah ini dilakukan untuk memastikan bahwa hak asasi manusia, terutama kebebasan beragama, dihormati dan dijaga di seluruh sektor pelayanan publik.
Dirjen HAM juga menegaskan bahwa negara memiliki kewajiban untuk melindungi, memajukan, dan menegakkan hak asasi manusia. Hal ini sejalan dengan Pasal 71 UU No. 39/1999 yang menyatakan bahwa pemerintah wajib dan bertanggung jawabmenghormati, melindungi, menegakkan, dan memajukan hak asasi manusia di Indonesia. Hal ini sejalan dengan Pada Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Pasal 5 dan ditegaskan bahwa pengusaha dilarang melakukandiskriminasi terhadap pekerjanya maupun calon pekerja yang ingin bekerja di perusahaannya, karena pada dasarnya tenaga kerja memiliki kesempatan yang sama tanpa diskriminasi untuk memperoleh pekerjaan, baik itu berdasarkan agama, kelamin, suku, ras, maupun aliran politik.
"Sebagai bagian dari komitmen negara dalam menegakkan HAM, kami mengimbau semua pihak di sektor layanan publik untuk menghormati hak-hak beragama dan memastikan bahwa kebijakan internal mereka tidak diskriminatif atau melanggar hak asasi manusia," ujar Dirjen HAM.
"Jajaran kami akan turun langsung berkomunikasi dengan pihak Manajemen Rumah Sakit dimaksud untuk mendapatkan klarifikasi dan berkoordinasi dengan Dinas Tenaga Kerja Kota Jakarta Selatan terkait permasalahan ini, ujar Dhahana.
Dhahana mengajak agar semua pihak untuk bersama-sama menjaga kerukunan dan toleransi antarumat beragama sebagai fondasi penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. "Indonesia adalah negara yang beragam, dan keberagaman ini harus dijaga dengan sikap saling menghormati dan menghargai. Larangan penggunaan jilbab tidak hanya melanggar hak asasi, tetapi juga merusak nilai-nilai dasar yang kita junjung tinggi sebagai bangsa yang beradab."
Pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat.
Diksi populer tersebut pertama kali dicetuskan oleh Abraham Lincoln pada 1863 silam. Ucapan tersebut ia gaungkan saat berpidato di Gettysburg, yang kemudian menjadi ungkapan populer di dunia dan merujuk pada sistem demokrasi.
Menurut KBBI, demokrasi sendiri bermakna pemerintahan rakyat atau sistem pemerintahan yang seluruh rakyatnya turut serta memerintah dengan perantara wakilnya.
Melalui definisi tersebut, sudah jelas bahwa sistem demokrasi memiliki kekuasaan yang mutlak dipegang oleh rakyat dengan memilih para wakil untuk mewakili suara masyarakat di parlemen.
Namun, demokrasi acap kali dinodai oleh segelintir oknum yang ingin merusak tatanan aslinya. Di Indonesia, masyarakat memiliki hak untuk menuntut wakil rakyat yang menyelewengkan tugasnya.
Sebagai negara demokrasi, Indonesia menjamin kebebasan setiap individu untuk menyampaikan ketidakpuasannya terhadap sistem yang berlaku.
Penyampaian pendapat tersebut dapat disampaikan melalui lisan, tulisan, dan sebagainya secara bebas, asalkan bertanggung jawab sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Salah satu bentuk kemerdekaan berpendapat adalah demonstrasi. Lalu, bagaimana hukum Indonesia memandang hal tersebut? Apakah negara menjamin bahwa demonstrasi merupakan hak setiap warga negaranya?
Contoh hak warga negara
Beberapa contoh hak warga negara, sebagai berikut:
Baca juga: Cara dan Sikap Menampilkan Persamaan Kedudukan Warga Negara
%PDF-1.7 %âãÏÓ 1841 0 obj <> endobj 1859 0 obj <>/Filter/FlateDecode/ID[<014CE47B4AF25B4BB911C5B579DD3B7A>]/Index[1841 39]/Info 1840 0 R/Length 101/Prev 808770/Root 1842 0 R/Size 1880/Type/XRef/W[1 3 1]>>stream hŞbbd```b``é ‘ŒÅ`òˆdã‘LÀä0Y"™ÍÁì› ’C¬ş�dû|Ķ³‘EJ@’±ù*ˆİÉbg¯ ’?�İ``bd`? ê£ùŸá÷Åw °NW endstream endobj startxref 0 %%EOF 1879 0 obj <>stream hŞb```¢ Ö�" ÂÀ „,@<8Ù¯Àş‘a• ‡Ã” @Ö¬�¯İ8•˜şoàÜÈЬÀñ�aÊ®b†ÙÜ«xÔp[31p®f˜À}Ÿa[ Ç AìOJâ®m}›}ëÇÑ·Ù�¾m]}ïëј˜·¸‰ù¦<ت(ºØÉc嬅a&J[2ŒTVİŒ2Qœ´"´�c”�'P‚%¬—#X5`µÔƒ®‹¹¦:Ép͸ĞêѤ¨¢u ¤$d•h²“¶[‹aPo�“w€‡aÄw§UYIÒBMšKͬDƒƒ@&» È:T§Êµq!ĞrOã “[ö¬–˜tEàB˜mÁªY€b!@1) 6•É¦Nkx—h\è:ˆí’H†ËÙ€ÕL@S&›BÔ 1…[å,D‡bÊL¨ƒ4.í�€(9ÑÒ¼•%D3§:1¤èf [€¡!ÑÑÑ ” İÀÀÀ˜áK@x�˜ÃÀáq K1C´1@x,PC„: |c˜©~²V7ˆ“1T±`²,²¹f)0GªN"RßÀ(¨�ì F ó©› €´3×�Ï@Ä%$ÆzaîB& ì1è10]`›ÂÀõı¨�\<Û/C–5Š™==/sYÀ`ÃàÜî Lõ"GK@R¢Pw<�†Œ<‹Ä1ğ„¥�Œâ» pOû© endstream endobj 1842 0 obj <>/Metadata 92 0 R/Pages 1833 0 R/StructTreeRoot 112 0 R/Type/Catalog>> endobj 1843 0 obj <>/ExtGState<>/Font<>/ProcSet[/PDF/Text]>>/Rotate 0/StructParents 0/TrimBox[35.1732 35.1732 474.543 687.142]/Type/Page>> endobj 1844 0 obj <>stream hŞÔWÛnÛ8ı>¶(²¼‹P°�¦u§İ8mº+èAµÕDXG2deÑüıÎ�’,¹¾Å‹}X²†s!G♣!·#Œpp"Ü]Î$Üi‘Ìi4‘Ú¢�€IáÌ”@Ϭ“BÂç ˆVF „C¢$`™ĞYa~-p:£ˆ0èl ¬ …ó`-ã$CsëK”ĞœDt< “U:¥�şMÑiºLʤʊœz‘ş�ÍÒ÷eòüö-±ˆÿÆb:âÃûEñ˜dyKÆôò)ŸaÔíó2%‚^ğ¤7I~Ÿ¢/�âóó&Œ§äG²X¥t8¡×Eù˜,èhàÜ?}&Uù”Â}B8�üh:IV�g�Rœœ¾ûY½ŸVI•ÒY⊥s?8»·¼|zçæÿTÎÓ2Ëï_�çi^eÕókz“Şg«ª|~5˜ßÓ×tú´\.ÒG0æsZÍpÀ¹Ôt”,?¤ÙıCE‚PÁÛõ¦3e½\$÷+‚B‘WÃañ3:S ´ndè&ˆ�õ2yÌϯ>'Ø©¼xí•Ù"E” ¶`+�ê:yLé·�£¯ßFoç³q•,²™³O«2fÍ‹BÕ�Ï°B½ã ¿_¤äŒ:Òǯ$°ş=¡3æ_f˪(é·ú±”1î¡Xè²kùÑøbú¼‚Çù�—f êÛâıøb’,ióŠéÅTcKúR éÓ÷ S‚`tÁôÄ:IzÉHhsI)¡4dÌ5jP$xa@4cG]Îf“*‚a,ƒÈAØ© êØ@u¡¬u@P�ãzQgG}¨”Ó×¾±–QcÂPg‚Pp‹†¦8°‘‚ d¢˜qiHB¹ÛuZ ã…~¢�gÄ1Ú1cÜÉ õ¸R3øÆÜr÷\ÜÂK36案�_´Ò1Tpäh©¢»Ç£¯Ó�NÙcïyد•g:Ü°wù¬˜Cµ[|ö¡İDÜ7Fo‹/yN)š» vC»Eİš2Ö®kJˆ ®)©:5ÅáÅ ñ½’¦e�”s2¹%£"‡ì€7ÊKöËë�›Éğjğ¦œÜ�µq½ëkwT«kŒjo‘&úE¶'‰ö]ßeù _eíø2+WÕè!)‰[J+t�y•Ô>œ«õoºôº»¤t—`½yõ°Š„3ü»Ÿ2¡»k%j�Ö¢µjeáXom÷?Ãì�ÙTˆ�·µGÂ}Å]9X^ÛX¡è´Šû”$Ş¡t+;”{¸~šg#<äÊMp¥«>æ¾o&—ëz‹ùB7» &Ø>ç}¨m]ûD�¾2Á€,Ø2½¹É é®G ц›#fGUi»¦s”ñjX´¡zü4µFTxRí~˜wbõ¬İ‚͹u˜·ÿ´�Z¶°j“��Á<�áe»t¿S#{�G¦€Ù-0U�(Ú ó€NpLõ~˜Ş@¿˜¿°ñhpjÁT쇩_ûTœÊ œjv §æ0Nb58š}Æİô Fƒ×€½¸1ÙÄ1vѪÖ�I€`°Šq+áñ*D9ø[<™(‡#‰ì²íL˜Ê›pv�¦I„%NŠìÙ6Î-ğÕR¹1Ê@†zpQH˜W†Î( ká�H=‹1p¤j——ıº’û�÷µæ=7MÚn�Àc¡>´Ùš›~�¯~_}éséQí¹ÙÙ�s.ŠêÊ�NıRVOauW'Øë5“n^;øéákw·&Ú®;nÙvûÏ*ÉuÚuÇ]g £&ãF¶M)ÔW‡Ãáî5Ö=á¯,~Ìù±Ò“Î�Áÿáüx*6ÍK™ÜÁä6Ü�ÎZŞÅØ]Û&Ö·*ÙÖ#%k”m'±qšÜÑTÿ‡'Êö
Demonstrasi dijamin oleh Undang-Undang
Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum, negara menjamin bahwa kemerdekaan menyampaikan pendapat merupakan hak setiap warga negara.
Dalam Bab I Pasal 1, dijelaskan bahwa demonstrasi atau unjuk rasa adalah kegiatan yang dilakukan oleh seorang atau lebih untuk mengeluarkan pikiran dengan lisan, tulisan, dan sebagainya secara demonstratif di muka umum.
Bahkan, dalam UU tersebut juga dituliskan bahwa pihak berwenang, dalam hal ini Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri), bertanggung jawab untuk memberikan perlindungan dan pengamanan terhadap para pelaku atau peserta demonstrasi.
Selain itu, menyampaikan pendapat di muka umum merupakan salah satu hak asasi manusia yang dijamin dalam Pasal 28 Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi:
"Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan Undang-undang".
Hal ini sejalan dengan Pasal 9 Deklarasi Universal Hak-hak Asasi manusia yang menekankan tentang kebebasan setiap individu untuk mengeluarkan pendapat tanpa ada gangguan. Dalam pasal tersebut, rakyat juga dijamin untuk dapat menyampaikan pendapat dengan cara apa pun dan tidak memandang batas-batas.
Dari dasar hukum tersebut, jelas bahwa setiap warga negara Indonesia berhak untuk menyampaikan pendapatnya, termasuk dengan cara demonstrasi, di mana seluruhnya sudah dijamin oleh Undang-Undang.
Partisipasi setiap individu merupakan perwujudan hak dan tanggung jawab dalam kehidupan berdemokrasi.
Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan Adalah Hak Fundamental yang Diakui oleh Undang-Undang Dasar 1945
25-09-2024 - Balai Pemasyarakatan Kelas I Manado — KANWIL KEMENTERIAN HUKUM DAN HAM RI SULAWESI UTARA
Jakarta - Direktur Jenderal Hak Asasi Manusia, Dhahana Putra menyampaikan keprihatinan mendalam atas laporan terkait adanya dugaan pelarangan penggunaan jilbab pada sebuah rumah sakit swasta di kawasan Jakarta Selatan.
Tindakan tersebut dianggap sebagai pelanggaran serius terhadap prinsip-prinsip Hak Asasi Manusia (HAM) yang telah dijamin oleh konstitusi dan perundang-undangan
"Dalam konteks Hak Asasi Manusia, kebebasan beragama dan berkeyakinan adalah hak fundamental yang diakui oleh Undang-Undang Dasar 1945 dan harus dijamin oleh negara. Pasal 28E ayat (1) UUD 1945 menegaskan bahwa setiap orang berhak untuk memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, sementara Pasal 29 ayat (2) UUD 1945 memastikan bahwa negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agama dan beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya," ujar Dirjen HAM.
Selain itu, Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia juga dengan jelas mengatur bahwa setiap orang berhak untuk bebas memeluk agamanya dan beribadat menurut keyakinannya. Pasal 22 UU No. 39/1999 menegaskan bahwa negara harus melindungi hak asasi manusia terkait kebebasan beragama dan berkeyakinan, termasuk dalam hal ekspresi keyakinan melalui cara berpakaian seperti penggunaan jilbab.
Dirjen HAM menambahkan bahwa pelarangan penggunaan jilbab di sektor layanan publik tidak hanya bertentangan dengan undang-undang, tetapi juga mencederai semangat pluralisme dan toleransi yang merupakan bagian dari identitas bangsa Indonesia. "Sektor layanan publik, termasuk rumah sakit dan lembaga-lembaga pemerintah, seharusnya menjadi teladan dalam menghormati dan melindungi hak-hak individu, termasuk hak untuk menjalankan keyakinan agamanya secara bebas," tegasnya.
Dalam upaya menindaklanjuti isu ini, Dirjen HAM merencanakan pengiriman tim yang akan berkomunikasi langsung dengan pihak-pihak terkait di lapangan untuk memahami kondisi yang sebenarnya. Langkah ini dilakukan untuk memastikan bahwa hak asasi manusia, terutama kebebasan beragama, dihormati dan dijaga di seluruh sektor pelayanan publik.
Dirjen HAM juga menegaskan bahwa negara memiliki kewajiban untuk melindungi, memajukan, dan menegakkan hak asasi manusia. Hal ini sejalan dengan Pasal 71 UU No.39/1999 yang menyatakan bahwa pemerintah wajib dan bertanggung jawab menghormati, melindungi, menegakkan, dan memajukan hak asasi manusia di Indonesia.
Hal ini sejalan dengan Pada Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Pasal 5 dan ditegaskan bahwa pengusaha dilarang melakukan diskriminasi terhadap pekerjanya maupun calon pekerja yang ingin bekerja di perusahaannya, karena pada dasarnya tenaga kerja memiliki kesempatan yang sama tanpa diskriminasi untuk memperoleh pekerjaan, baik itu berdasarkan agama, kelamin, suku, ras, maupun aliran politik.
"Sebagai bagian dari komitmen negara dalam menegakkan HAM, kami mengimbau semua pihak di sektor layanan publik untuk menghormati hak-hak beragama dan memastikan bahwa kebijakan internal mereka tidak diskriminatif atau melanggar hak asasi manusia," ujar Dirjen HAM.
“Jajaran kami akan turun langsung berkomunikasi dengan pihak Manajemen Rumah Sakit dimaksud untuk mendapatkan klarifikasi dan berkoordinasi dengan Dinas Tenaga Kerja Kota Jakarta Selatan terkait permasalahan ini, ujar Dhahana.
Dhahana mengajak agar semua pihak untuk bersama-sama menjaga kerukunan dan toleransi antarumat beragama sebagai fondasi penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. "Indonesia adalah negara yang beragam, dan keberagaman ini harus dijaga dengan sikap saling menghormati dan menghargai. Larangan penggunaan jilbab tidak hanya melanggar hak asasi, tetapi juga merusak nilai-nilai dasar yang kita junjung tinggi sebagai bangsa yang beradab."
Pendidikan pada hakikatnya merupakan usaha untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan atau keahlian dalam kesatuan yang harmonis.
Melalui UUD 1945, Indonesia menyatakan cita-cita luhurnya untuk membentuk suatu pemerintahan negara Indonesia yang mampu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, turut serta melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Setelah UUD 1945 di amandemen maka BAB XIII diubah menjadi Pasal 31 tentang pendidikan dan Pasal 32 tentang kebudayaan. Amandemen ini memberikan pendidikan yang harus dipenuhi oleh negara kepada warga negaranya. Isi dari Pasal 31 setelah amandemen adalah:
Hak untuk mendapatkan pendidikan bertujuan untuk memanusiakan manusia, yang melihat manusia sebagai suatu keseluruhan di dalam eksistensinya. Pentingnya pendidikan menjadikan pendidikan dasar bukan hanya menjadi hak warga negara, tetapi juga kewajiban negara.
Pendidikan merupakan salah satu aspek yang penting untuk membangun pendidikan di Indonesia. Pendidikan ini pada hakikatnya merupakan usaha untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan atau keahlian dalam kesatuan yang harmonis.
Pendidikan memiliki peranan penting untuk menjamin kelangsungan hidup berbangsa dan bernegara serta merupakan wahana untuk meningkatkan dan mengembangkan kualitas sumber daya manusia.
Negara menjadi pihak yang paling bertanggung jawab dalam proses pelaksanaan pendidikan di Indonesia. Berkat kekuasaan negara inilah, negara memiliki otoritas untuk mendesak terciptanya perlindungan hukum terhadap hak asasi setiap warga negara khususnya untuk mendapatkan pendidikan.
Oleh: Tan Geviena Geraldine-2440093066
Hidup sebagai warga negara Indonesia tentunya membuat kita memiliki fasilitas dan tanggung jawab yang diberikan dan ditujukan ke bangsa Indonesia. Bisa dikatakan bahwa warga negara merupakan aspek yang penting untuk suatu negara. Pada hakekatnya warga negara merupakan orang-orang yang diakui secara hukum menjadi anggota negara dan tidak terpisahkan dari negara tersebut. Terdapat beberapa kriteria untuk bisa dikatakan sebagai warga negara Indonesia yaitu orang Indonesia asli yang lahir di Indonesia dan orang asing yang sudah disahkan dengan undang-undang menjadi warga negara Indonesia. Hal ini juga mengartikan bahwa untuk menjadi warga negara tidaklah memandang suatu gender, suku, ras, status sosial, kelas sosial, dan usia. Namun, siapa pun bisa menjadi warga negara jika sudah di sahkan secara hukum.
Sebagai warga negara Indonesia, kita tentunya juga memiliki hak dan kewajiban. Hak warga negara sudah ada dalam diri manusia sejak lahir dan memperoleh kehidupan. Hak-hak ini pula dilindungi dan jamin oleh negara. Pada umumnya hak merupakan sesuatu yang diperoleh secara kodrati sebagai individu dan sebagai ciptaan Tuhan. Hak asasi sebagai manusia berupa hak hidup, hak mendapatkan kebebasan, hak mengemukakan pendapat, dan sebagainya. Sedangkan hak sebagai warga negara seperti hak memeluk agama, hak menggunakan fasilitas negara, hak mendapatkan perlindungan, dan lain sebagainya. Hak-hak yang dimiliki oleh warga negara ini telah dijamin oleh UUD 1945.
Hak-hak warga negara menurut UUD 1945 adalah sebagai berikut:
Selain memiliki hak, tentunya sebagai warga negara kita memiliki konsekuensi untuk melakukan kewajiban. Kewajiban ini diartikan sebagai sesuatu yang wajib dilakukan, dikerjakan, dan ditaati sebagai individu atau warga negara. Dengan kata lain, kewajiban merupakan suatu mandat dan amanah yang harus dilakukan baik dalam keadaan suka atau tidak suka. Tidak hanya hak warga Indonesia, kewajiban warga negara Indonesia juga diatur dalam UUD 1945.
Dalam pelaksanaan hak dan kewajiban ini tentunya masih belum sempurna, karena ada hal-hal yang bisa dibanggakan dan ada hal yang masih menjadi perhatian. Contohnya saja dalam hal kewajiban akan muncul wacana akan adanya kewajiban yang baru. Seperti yang dijelaskan pada UUD 1945 pasal 30 ayat (1) bahwa kita sebagai warga negara memiliki kewajiban untuk ikut serta dalam pertahanan dan keamanan negara. Pada tahun 2020 kementrian pertahanan sudah merencanakan untuk menggandeng kementrian pendidikan dan kebudayaan untuk merealisasikan adanya pendidikan militer melalui program bela negara di kampus. Dengan adanya program ini akan mampu membawa warga Indonesia untuk semakin merealisasikan kewajiban yang sudah tercantum dalam undang-undang.
Walaupun hal tersebut mampu menjadi hal yang positif, namun masih saja terdapat hal yang mengkhawatirkan. Salah satu contoh penyalahgunaan hak adalah pengeboman tiga gereja yang telah terjadi di Surabaya dengan motif membela agama Islam atau yang bisa disebut dengan jihad (bentuk pembelaan agama). Tentunya ini merupakan bentuk penyalahgunaan hak untuk beragama dan melanggar hak bergama yang dimiliki orang lain. Dengan dua keadaan yang bertentangan diatas mampu menjelaskan bahwa kita sebagai warga negara tentunya memiliki hak dan kewajiban yang sudah dijamin oleh undang-undang. Namun perlu terus adanya kesadaran dari warga negara serta pemerintah untuk terus mengusahakan, dan menghormati hak dan kewajiban diri sendiri maupun orang lain sesuai dengan hukum yang berlaku.
Oleh: Ani Rachman, Guru SDN No.111/IX Muhajirin, Muaro Jambi, Provinsi Jambi
KOMPAS.com - Hak merupakan sesuatu yang diperoleh manusia secara kodrati. Hak-hak yang diterima oleh manusia ini dapat disebut hak asasi.
Warga negara merupakan sejumlah orang yang berdasarkan hukum merupakan anggota suatu negara.
Sedangkan hak warga negara adalah wewenang menerima sesuatu sesuai peraturan dari negara yang berlaku.
Sebagai warga negara Indonesia, kita memiliki hak yang juga diatur dalam undang-undang. Hak-hak warga negara Republik Indonesia ditentukan dalam pasal 27 sampai 34 UUD 1945.
Baca juga: Perbedaan Hak Asasi Manusia dan Hak Warga Negara
Berikut hak-hak warga negara yang diatur dalam undang-undang:
Baca juga: Mengapa Setiap Warga Negara Memiliki Hak dan Kewajiban?