Pengertian Bintang Rigel
Nama dari bintang Rigel diambil dari bahasa Arab dari kata Rigl Gauza al Yusta yang artinya adalah kaki kiri. Bintang Rigel merupakan bintang paling terang di rasi Orion dan bintang paling terang ketujuh yang memiliki magnitudo visual 0,18.
Selain dikenal sebagai bintang paling terang di rasi Orion, Rigel juga dikenal sebagai bintang raksasa yang berwarna putih kebiruan yang indah dilihat pada malam hari.
Bintang Rigel memiliki sistem bintang tiga yang terdiri dari super giant biru bintang Rigel A serta dua pengikutnya yang memiliki ukuran lebih kecil dari Rigel serta cahaya yang lebih redup.
Menurut perkiraan, usia dari bintang Rigel sekitar 10 juta tahun. Bintang Rigel jauh lebih muda dibandingkan matahari yang berumur lebih dari 4 miliar tahun.
Para ilmuwan memprediksi bahwa bintang Rigel hidup sekitar 10 juta tahun lagi sebelum akhirnya bintang ini kehabisan pasokan hidrogen pada bagian intinya, sehingga bintang Rigel diprediksi dapat hidup selama lima hingga enam miliar tahun lagi.
Ukuran dari bintang Rigel diprediksi akan membesar menjadi bintang super giant merah dalam beberapa juta tahun ke depannya, kemudian bintang ini akan meledak dan berubah menjadi supernova serta menjadi objek yang paling terang di langit malam setelah bulan.
Bintang Rigel memiliki julukan sebagai Beta Orionis yang artinya adalah bintang paling terang kedua yang ada di rasi bintang Orion. Sementara pemegang dari julukan Alpha Orionis adalah bintang Betelgeuse.
Meskipun menempati urutan sebagai Beta Orions, pancaran dari cahaya bintang Rigel hampir selalu lebih terang dibandingkan Alpha Orions. Hal ini bisa terjadi karena besaran kecerlangan pada bintang Rigel yang mencapai 0,18 mag dan lebih terang dari besaran magnitudo Betelgeuse yang hanya mencapai 0,42 mag.
Hal ini kemudian menjadi suatu anomali dalam rasi bintang Orion, sebab bintang Rigel yang lebih terang justru disebut sebagai Beta Orionis dan bukan mendapatkan julukan sebagai Alpha Orionis.
Pemberian julukan pada rasi bintang Orion, dimulai pada era Johann Bayer. Pada waktu itu, pengamatan bintang hanya dilakukan secara kasat matas dan belum seakurat serta secanggih seperti saat ini.
Pada saat itu, Johann Bayer mengelompokan bintang Betelgeuse serta bintang Rigel dalam satu kelas magnitudo yang sama yaitu pada kelas magnitudo satu sebelum kedua bintang tersebut mendapat label.
Hal ini dilakukan oleh Johann Bayer karena kecerlangan kedua bintang tersebut tidak memiliki perbedaan yang cukup signifikan apabila diamati secara kasat mata saja.
©2024 iStockphoto LP. Desain iStock adalah merek dagang iStockphoto LP.
©2024 iStockphoto LP. Desain iStock adalah merek dagang iStockphoto LP.
©2024 iStockphoto LP. Desain iStock adalah merek dagang iStockphoto LP.
Rigel – Sistem tata surya yang luas, menyimpan jutaan bahkan hingga milyaran bintang dan salah satunya adalah bintang bernama Rigel. Tahukan Grameds, bahwa bintang Rigel merupakan bintang yang 40.000 kali lebih terang dibandingkan matahari?
Selain lebih terang dibandingkan matahari, bintang Rigel rupanya merupakan salah satu bintang terbesar yang ada di alam semesta. Sama seperti bintang Aldebaran, bintang Rigel memiliki ukuran diameter yang jauh lebih besar dibandingkan matahari yaitu sekitar 78 kali lebih besar dari diameter lapisan matahari.
Menarik bukan? Grameds bisa mengetahui lebih lanjut tentang bintang Rigel dengan membaca artikel ini lebih lanjut.
Bagaimana Cara Menemukan Bintang Rigel?
Sebagai bintang paling besar serta paling terang pada rasi Orion, Grameds pasti akan lebih mudah menemukan bintang Rigel dibandingkan bintang lainnya. Ditambah dengan cahaya warna biru dari bintang Rigel yang dikenal indah apabila dilihat di langit malam.
Apabila ingin melihat cahaya bintang Rigel yang indah pada malam hari, Grameds bisa mengamati langit malam dan tidak sulit untuk menemukan serta mengenali bintang Rigel. Caranya adalah dengan menemukan rasi bintang Orion lebih dulu di langit malam arah selatan.
Jika tidak mengetahui bentuk dari rasi Orion, maka Grameds juga bisa mencari tiga bintang yang berada sejajar di atas langit tepat di atas kepala Grameds ketika menjelang tengah malam, tiga bintang sejajar tersebut merupakan bintang sabuk dari rasi Orion, kemudian Grameds bisa menarik sebuah garis imajiner sekitar 90 derajat ke atas dari bintang sabuk rasi Orion.
Grameds juga bisa menemukan bintang Rigel lebih mudah apabila melakukan pengamatan pada pertengahan malam di sepanjang bulan Januari. Apabila Grameds melihat bintang dengan warna cahaya yang khas yaitu putih kebiruan, maka itulah bintang Rigel.
Itulah penjelasan mengenai bintang Rigel, yaitu bintang paling besar pada rasi bintang Orion dan bintang paling besar ketujuh pada Galaksi Bima Sakti. Apakah Grameds tertarik untuk mengetahui tentang rasi-rasi bintang atau nama bintang?
Apabila tertarik dan ingin mempelajari bintang Rigel dan bintang lain atau tata surya, Grameds bisa mengulik informasinya lebih dalam dengan membaca buku yang tersedia di Gramedia.com. Gramedia sebagai #SahabatTanpaBatas selalu menyediakan beragam buku menarik dan original untuk Grameds.
Ensiklopedia Cilik : Sirkus
Ensiklopedia 4D: Tubuh Manusia
Seri Ensiklopedia Cilik: Binatang Laut
Ensiklopedia Saintis Junior: Sains
Bagaimana Cara Menemukan Bintang Rigel?
Sebagai bintang paling besar serta paling terang pada rasi Orion, Grameds pasti akan lebih mudah menemukan bintang Rigel dibandingkan bintang lainnya. Ditambah dengan cahaya warna biru dari bintang Rigel yang dikenal indah apabila dilihat di langit malam.
Apabila ingin melihat cahaya bintang Rigel yang indah pada malam hari, Grameds bisa mengamati langit malam dan tidak sulit untuk menemukan serta mengenali bintang Rigel. Caranya adalah dengan menemukan rasi bintang Orion lebih dulu di langit malam arah selatan.
Jika tidak mengetahui bentuk dari rasi Orion, maka Grameds juga bisa mencari tiga bintang yang berada sejajar di atas langit tepat di atas kepala Grameds ketika menjelang tengah malam, tiga bintang sejajar tersebut merupakan bintang sabuk dari rasi Orion, kemudian Grameds bisa menarik sebuah garis imajiner sekitar 90 derajat ke atas dari bintang sabuk rasi Orion.
Grameds juga bisa menemukan bintang Rigel lebih mudah apabila melakukan pengamatan pada pertengahan malam di sepanjang bulan Januari. Apabila Grameds melihat bintang dengan warna cahaya yang khas yaitu putih kebiruan, maka itulah bintang Rigel.
Itulah penjelasan mengenai bintang Rigel, yaitu bintang paling besar pada rasi bintang Orion dan bintang paling besar ketujuh pada Galaksi Bima Sakti. Apakah Grameds tertarik untuk mengetahui tentang rasi-rasi bintang atau nama bintang?
Apabila tertarik dan ingin mempelajari bintang Rigel dan bintang lain atau tata surya, Grameds bisa mengulik informasinya lebih dalam dengan membaca buku yang tersedia di Gramedia.com. Gramedia sebagai #SahabatTanpaBatas selalu menyediakan beragam buku menarik dan original untuk Grameds.
Ensiklopedia Cilik : Sirkus
Ensiklopedia 4D: Tubuh Manusia
Seri Ensiklopedia Cilik: Binatang Laut
Ensiklopedia Saintis Junior: Sains
Rigel – Sistem tata surya yang luas, menyimpan jutaan bahkan hingga milyaran bintang dan salah satunya adalah bintang bernama Rigel. Tahukan Grameds, bahwa bintang Rigel merupakan bintang yang 40.000 kali lebih terang dibandingkan matahari?
Selain lebih terang dibandingkan matahari, bintang Rigel rupanya merupakan salah satu bintang terbesar yang ada di alam semesta. Sama seperti bintang Aldebaran, bintang Rigel memiliki ukuran diameter yang jauh lebih besar dibandingkan matahari yaitu sekitar 78 kali lebih besar dari diameter lapisan matahari.
Menarik bukan? Grameds bisa mengetahui lebih lanjut tentang bintang Rigel dengan membaca artikel ini lebih lanjut.
Sejarah dan Alasan Bintang Rigel Tidak Mendapatkan Julukan Alpha Orionis
Secara umum, pemberian nama bintang pada suatu konstelasi untuk menandai bintang sebagai bintang paling terang dimulai dengan Alpha, kemudian diikuti dengan bintang kedua pada rasi yang sama dengan gelar Beta, Gamma, Delta, Epsilon dan lainnya.
Penamaan bintang Rigel sebagai beta Orionis memunculkan anomali pada rasi Orion. Lalu kenapa hingga saat ini bintang Rigel tetap mendapatkan julukan Beta dan bukan Alpha, meskipun telah diketahui bahwa Rigel merupakan bintang paling terang pada rasi Orion? Untuk memahami hal ini, Grameds perlu meninjau lebih jauh mulai dari sejarah ketika penamaan sistem abjad Yunani dibuat.
Manusia mulai tertarik dengan benda-benda di langit, kemudian manusia pun mulai melakukan pengamatan secara berkala dan rutin. Untuk mempermudah pengamat dalam mengenali objek-objek di langit, maka dibuatlah sebuah garis imajiner yang menghubungkan bintang-bintang, sehingga bintang satu dengan lainnya pun membentuk sebuah pola yang menyerupai figur-figur tertentu.
Pola inilah yang kemudian dikenal sebagai konstelasi bintang atau rasi bintang. Setiap lokasi, akan memiliki interpretasinya masing-masing tentang pola bintang di langit.
Contohnya, interpretasi dari rasi Orion oleh masyarakat Eropa akan berbeda dengan masyarakat Indonesia di Jawa. bagi masyarakat Eropa, Orion merupakan pemburu, sedangkan masyarakat Jawa menginterpretasikan Orion sebagai bajak.
Kebudayaan serta pola hidup masyarakat setempat akan menjadi dasar yang akhirnya mempengaruhi masyarakat dalam mengenali bintang di langit.
Selain mengenali bintang dari pola-pola imajiner yang dibuat oleh manusia, para pengamat juga melakukan pemetaan posisi pada bintang di langit. Hal ini persis dilakukan seperti ketika manusia membuat peta lokasi di Bumi. Peta langit, berfungsi sebagai penuntun untuk menemukan lokasi sebuah bintang maupun rasi bintang.
Catatan sejarah menunjukan, bahwa orang pertama yang memetakan posisi bintang adalah seorang astronom dari China yang bernama Shi Shen, Gan De dan Wu Xian. Peta bintang yang mereka buat pada sekitar tahun 400 hingga 300 SM dinilai masih tidak akurat. Akan tetapi, tetap digunakan selama beberapa abad sebagai sumber dalam pengamatan benda langit terkait dengan kehidupan masyarakat pada masa itu.
Perlu diingat pula, bahwa pengamatan benda langit bukan hanya sekadar untuk menikmati keindahan langit malam saja, akan tetapi berkaitan pula dengan pola kehidupan masyarakat, seperti ritual kepercayaan maupun kehidupan sehari-hari seperti penunjuk arah dan penentu waktu.
Salinan peta bintang pertama yang berhasil ditemukan merupakan bintang Dunhuang dari Dinasti Tang yaitu pada sekitar 618 M hingga 907 M yang ditemukan di wilayah Asia Tengah. Rasi bintang Dunhuang, memetakan 1345 bintang serta dikelompokan dalam 257 asterisme.
Pemetaan benda langit, juga dilakukan oleh para pengamat langit dari berbagai negara. Namun pemetaan benda langit baru mencapai masa kejayaannya pada 1600 hingga 1800 kartografi langit, hal ini ditandai dengan publikasi atlas langit yang berhasil memetakan posisi bintang serta planet yang cukup akurat dalam sistem koordinat. Pemetaan langit terus berkembang, hingga Johann Bayer menerbitkan peta bintangnya.
Rasi bintang pertama yang diterbitkan oleh Uranometria Omnium Asterismotum dibuat oleh Johann Bayer pada sekitar tahun 1603 di Augsburg, Jerman. Atlas yang ia buat diukir pada tembaga oleh Alexander Mair, memuat 51 plat peta bintang yang terdiri dari 48 plat rasi bintang yang dibuat Ptolemy, satu perta langit dengan 12 rasi baru dari langit selatan yang diamati oleh pelaut.
Selain itu ada dua peta langit yang masing-masing memetakan seluruh langit pada bagian belahan utara serta selatan. Ke-48 rasi bintang Ptolemy terdiri dari kurang lebih 1028 bintang serta dipublikasikan pada tahun 1515 dalam Ptolemy’s Almagest.
Sumber informasi posisi serta magnitudo bintang dari konstelasi Ptolemy dalam Uranometria, berasal dari sebuah katalog Tycho Brahe yang berisi tentang 1005 bintang dan dipublikasi pada sekitar tahun 1602.
Johann Bayer pun turut menambahkan 1000 bintang dari hasil pengamatannya serta peta bintang dalam Uranometria yang digambarkan dalam figur mitologi tiap rasi bintang.
Selain memberikan gambaran mengenai rasi bintang dengan figur-figur mitologinya, Johann Bayer juga memberi nama pada setiap bintang dalam rasi tersebut. Tujuannya adalah untuk memudahkan para pengamat dalam mengenali suatu objek.
Oleh karena itu, Joann Bayer melakukan pengelompokan yang diurutkan serta diberi nama yang diawali oleh abjad-abjad Yunani, kemudian diikuti oleh nama rasi bintangnya. Bintang yang paling terang, akan ia beri label sebagai Alpha, kemudian diikuti nama rasinya lalu bintang paling terang kedua diberi gelar Beta dan seterusnya.
Pemberian nama maupun label tersebut, dapat dikatakan sebagai gelar yang diberikan untuk bintang dalam Uranometria yang diyakini mengikuti pola yang dibuat oleh Piccolini pada atlasnya.
Hal ini tampak dari penamaan rasi Ursa Minor. Piccolini dalam peta yang ia buat, melabeli setiap bintang yang ada pada Ursa Minor dengan menggunakan abjad a hingga 9 serta urutan yang sama yang juga ditemukan dalam Uranometria.
Hanya saja, Johann Bayer menggunakan abjad Yunan untuk melabeli bintang pada petanya. Namun, karena keterbatasan dari alfabet Yunani yaitu hanya berjumlah 24 abjad saja, maka untuk bintang redup yang kehabisan abjad Yunani diberi nama dengan abjad Romawi seperti A dengan huruf kapital kemudian diikuti dengan huruf kecil.
Dalam proses pemberian nama bintang pada sebuah rasi, Johann Bayer menariknya tidak selalu mengikuti dengan tepat penamaan berdasarkan dengan kecerlangan bintang pada rasi tersebut. Pada masa itu, penentuan magnitudo bintang masih dilakukan dengan kasat mata serta tanpa batuan. Sehingga, tingkat kecerlangan dari bintang belum akurat.
Untuk menyelesaikan kendala tersebut, Johann Bayer mengelompokan bintang dalam enam kelas magnitudo. Setiap kelas magnitude, memiliki rentang tertentu dan setiap bintang dikelompokan lagi berdasarkan kelas magnitudo untuk kemudian diurutkan serta diberi nama sesuai dengan abjad Yunani.
Maka, apabila dalam satu konstelasi bintang ada beberapa bintang dengan magnitudo yang berada pada kelas sama, maka urutan Alpha, Beta tidak selalu mengacu pada bintang yang paling terang.
Oleh karena itu, dalam pemberian label bintang, Johann Bayer tidak hanya menggunakan tingkat kecerlangan bintang sebagai satu-satunya parameter saja, akan tetapi juga menggunakan parameter lain seperti lokasi bintang, urutan terbitnya bintang dalam konstelasi di timur, informasi sejarah atau mitologi dan berdasarkan pilihan pribadi Johann Bayer.
Dalam hal ini, bintang Rigel tidak mendapatkan gelar Alpha karena dalam bintang Rigel berada di kaki kiri rasi Orion, sedangkan bintang Betelgeuse yang mendapatkan label Alpha Orionis berada di bahu rasi Orion sehingga bintang Betelgeuse diprediksi terbit lebih dulu dibandingkan dengan bintang Rigel.
Oleh karena itu, Johann Bayer memberikan gelar Alpha Orionis pada bintang Betelgeuse alih-alih Rigel yang menjadi bintang paling terang dalam rasi Orion.
Bintang Rigel atau bintang super giant biru memiliki jarak ke Bumi sekitar 850 tahun cahaya. Maka dengan kata lain, cahaya dari bintang Rigel yang terlihat di langit malam merupakan cahaya bintang pada 850 tahun yang lalu.
Cahaya dari bintang Rigel saat ini, diperkirakan sebelum Colombus menemukan pinggiran benua Amerika Utara yaitu dipancarkan pada sekitar 250 tahun yang lalu. Bintang Rigel adalah bintang yang memiliki energi yang sangat besar, massa dari Rigel bahkan diperkirakan mencapai 21 kali massa dari matahari.
Sehingga bintang Rigel pun mendapatkan julukan sebagai super giant biru, sang maha raksasa yang memiliki warna putih kebiruan dan memiliki ukuran lebih besar dari matahari.
Radius dari bintang Rigel lebih besar hingga 78 kali dari matahari atau mencapai sekitar 54,250,000 km yang menyebabkan Rigel memiliki suhu permukaan yang mencapai kurang lebih 12.000 derajat celcius. Selain itu, cahaya dari dari bintang Rigel sangat terang dan diperkirakan mencapai 40.000 kali lebih terang dari matahari.
Karena sangat besar, total radiasi yang dihasilkan oleh bintang Rigel bisa mencapai 66.000 kali lebih kuat dibandingkan matahari. Dengan cahaya yang lebih besar serta ukuran yang berkali-kali lipat lebih dari matahari, apabila posisi matahari digantikan oleh Rigel sebagai pusat tata surya, maka posisi dari Bumi harus berada 200 kali lebih jauh dari posisinya saat ini agar menjadi planet yang layak huni.
Posisi tersebut, setara dengan lima kali jarak matahari ke Pluto. Jika tidak, maka Bumi bisa memiliki suhu yang terlalu tinggi karena dampak dari cahaya bintang Rigel.
Pengertian Bintang Rigel
Nama dari bintang Rigel diambil dari bahasa Arab dari kata Rigl Gauza al Yusta yang artinya adalah kaki kiri. Bintang Rigel merupakan bintang paling terang di rasi Orion dan bintang paling terang ketujuh yang memiliki magnitudo visual 0,18.
Selain dikenal sebagai bintang paling terang di rasi Orion, Rigel juga dikenal sebagai bintang raksasa yang berwarna putih kebiruan yang indah dilihat pada malam hari.
Bintang Rigel memiliki sistem bintang tiga yang terdiri dari super giant biru bintang Rigel A serta dua pengikutnya yang memiliki ukuran lebih kecil dari Rigel serta cahaya yang lebih redup.
Menurut perkiraan, usia dari bintang Rigel sekitar 10 juta tahun. Bintang Rigel jauh lebih muda dibandingkan matahari yang berumur lebih dari 4 miliar tahun.
Para ilmuwan memprediksi bahwa bintang Rigel hidup sekitar 10 juta tahun lagi sebelum akhirnya bintang ini kehabisan pasokan hidrogen pada bagian intinya, sehingga bintang Rigel diprediksi dapat hidup selama lima hingga enam miliar tahun lagi.
Ukuran dari bintang Rigel diprediksi akan membesar menjadi bintang super giant merah dalam beberapa juta tahun ke depannya, kemudian bintang ini akan meledak dan berubah menjadi supernova serta menjadi objek yang paling terang di langit malam setelah bulan.
Bintang Rigel memiliki julukan sebagai Beta Orionis yang artinya adalah bintang paling terang kedua yang ada di rasi bintang Orion. Sementara pemegang dari julukan Alpha Orionis adalah bintang Betelgeuse.
Meskipun menempati urutan sebagai Beta Orions, pancaran dari cahaya bintang Rigel hampir selalu lebih terang dibandingkan Alpha Orions. Hal ini bisa terjadi karena besaran kecerlangan pada bintang Rigel yang mencapai 0,18 mag dan lebih terang dari besaran magnitudo Betelgeuse yang hanya mencapai 0,42 mag.
Hal ini kemudian menjadi suatu anomali dalam rasi bintang Orion, sebab bintang Rigel yang lebih terang justru disebut sebagai Beta Orionis dan bukan mendapatkan julukan sebagai Alpha Orionis.
Pemberian julukan pada rasi bintang Orion, dimulai pada era Johann Bayer. Pada waktu itu, pengamatan bintang hanya dilakukan secara kasat matas dan belum seakurat serta secanggih seperti saat ini.
Pada saat itu, Johann Bayer mengelompokan bintang Betelgeuse serta bintang Rigel dalam satu kelas magnitudo yang sama yaitu pada kelas magnitudo satu sebelum kedua bintang tersebut mendapat label.
Hal ini dilakukan oleh Johann Bayer karena kecerlangan kedua bintang tersebut tidak memiliki perbedaan yang cukup signifikan apabila diamati secara kasat mata saja.
Sejarah dan Alasan Bintang Rigel Tidak Mendapatkan Julukan Alpha Orionis
Secara umum, pemberian nama bintang pada suatu konstelasi untuk menandai bintang sebagai bintang paling terang dimulai dengan Alpha, kemudian diikuti dengan bintang kedua pada rasi yang sama dengan gelar Beta, Gamma, Delta, Epsilon dan lainnya.
Penamaan bintang Rigel sebagai beta Orionis memunculkan anomali pada rasi Orion. Lalu kenapa hingga saat ini bintang Rigel tetap mendapatkan julukan Beta dan bukan Alpha, meskipun telah diketahui bahwa Rigel merupakan bintang paling terang pada rasi Orion? Untuk memahami hal ini, Grameds perlu meninjau lebih jauh mulai dari sejarah ketika penamaan sistem abjad Yunani dibuat.
Manusia mulai tertarik dengan benda-benda di langit, kemudian manusia pun mulai melakukan pengamatan secara berkala dan rutin. Untuk mempermudah pengamat dalam mengenali objek-objek di langit, maka dibuatlah sebuah garis imajiner yang menghubungkan bintang-bintang, sehingga bintang satu dengan lainnya pun membentuk sebuah pola yang menyerupai figur-figur tertentu.
Pola inilah yang kemudian dikenal sebagai konstelasi bintang atau rasi bintang. Setiap lokasi, akan memiliki interpretasinya masing-masing tentang pola bintang di langit.
Contohnya, interpretasi dari rasi Orion oleh masyarakat Eropa akan berbeda dengan masyarakat Indonesia di Jawa. bagi masyarakat Eropa, Orion merupakan pemburu, sedangkan masyarakat Jawa menginterpretasikan Orion sebagai bajak.
Kebudayaan serta pola hidup masyarakat setempat akan menjadi dasar yang akhirnya mempengaruhi masyarakat dalam mengenali bintang di langit.
Selain mengenali bintang dari pola-pola imajiner yang dibuat oleh manusia, para pengamat juga melakukan pemetaan posisi pada bintang di langit. Hal ini persis dilakukan seperti ketika manusia membuat peta lokasi di Bumi. Peta langit, berfungsi sebagai penuntun untuk menemukan lokasi sebuah bintang maupun rasi bintang.
Catatan sejarah menunjukan, bahwa orang pertama yang memetakan posisi bintang adalah seorang astronom dari China yang bernama Shi Shen, Gan De dan Wu Xian. Peta bintang yang mereka buat pada sekitar tahun 400 hingga 300 SM dinilai masih tidak akurat. Akan tetapi, tetap digunakan selama beberapa abad sebagai sumber dalam pengamatan benda langit terkait dengan kehidupan masyarakat pada masa itu.
Perlu diingat pula, bahwa pengamatan benda langit bukan hanya sekadar untuk menikmati keindahan langit malam saja, akan tetapi berkaitan pula dengan pola kehidupan masyarakat, seperti ritual kepercayaan maupun kehidupan sehari-hari seperti penunjuk arah dan penentu waktu.
Salinan peta bintang pertama yang berhasil ditemukan merupakan bintang Dunhuang dari Dinasti Tang yaitu pada sekitar 618 M hingga 907 M yang ditemukan di wilayah Asia Tengah. Rasi bintang Dunhuang, memetakan 1345 bintang serta dikelompokan dalam 257 asterisme.
Pemetaan benda langit, juga dilakukan oleh para pengamat langit dari berbagai negara. Namun pemetaan benda langit baru mencapai masa kejayaannya pada 1600 hingga 1800 kartografi langit, hal ini ditandai dengan publikasi atlas langit yang berhasil memetakan posisi bintang serta planet yang cukup akurat dalam sistem koordinat. Pemetaan langit terus berkembang, hingga Johann Bayer menerbitkan peta bintangnya.
Rasi bintang pertama yang diterbitkan oleh Uranometria Omnium Asterismotum dibuat oleh Johann Bayer pada sekitar tahun 1603 di Augsburg, Jerman. Atlas yang ia buat diukir pada tembaga oleh Alexander Mair, memuat 51 plat peta bintang yang terdiri dari 48 plat rasi bintang yang dibuat Ptolemy, satu perta langit dengan 12 rasi baru dari langit selatan yang diamati oleh pelaut.
Selain itu ada dua peta langit yang masing-masing memetakan seluruh langit pada bagian belahan utara serta selatan. Ke-48 rasi bintang Ptolemy terdiri dari kurang lebih 1028 bintang serta dipublikasikan pada tahun 1515 dalam Ptolemy’s Almagest.
Sumber informasi posisi serta magnitudo bintang dari konstelasi Ptolemy dalam Uranometria, berasal dari sebuah katalog Tycho Brahe yang berisi tentang 1005 bintang dan dipublikasi pada sekitar tahun 1602.
Johann Bayer pun turut menambahkan 1000 bintang dari hasil pengamatannya serta peta bintang dalam Uranometria yang digambarkan dalam figur mitologi tiap rasi bintang.
Selain memberikan gambaran mengenai rasi bintang dengan figur-figur mitologinya, Johann Bayer juga memberi nama pada setiap bintang dalam rasi tersebut. Tujuannya adalah untuk memudahkan para pengamat dalam mengenali suatu objek.
Oleh karena itu, Joann Bayer melakukan pengelompokan yang diurutkan serta diberi nama yang diawali oleh abjad-abjad Yunani, kemudian diikuti oleh nama rasi bintangnya. Bintang yang paling terang, akan ia beri label sebagai Alpha, kemudian diikuti nama rasinya lalu bintang paling terang kedua diberi gelar Beta dan seterusnya.
Pemberian nama maupun label tersebut, dapat dikatakan sebagai gelar yang diberikan untuk bintang dalam Uranometria yang diyakini mengikuti pola yang dibuat oleh Piccolini pada atlasnya.
Hal ini tampak dari penamaan rasi Ursa Minor. Piccolini dalam peta yang ia buat, melabeli setiap bintang yang ada pada Ursa Minor dengan menggunakan abjad a hingga 9 serta urutan yang sama yang juga ditemukan dalam Uranometria.
Hanya saja, Johann Bayer menggunakan abjad Yunan untuk melabeli bintang pada petanya. Namun, karena keterbatasan dari alfabet Yunani yaitu hanya berjumlah 24 abjad saja, maka untuk bintang redup yang kehabisan abjad Yunani diberi nama dengan abjad Romawi seperti A dengan huruf kapital kemudian diikuti dengan huruf kecil.
Dalam proses pemberian nama bintang pada sebuah rasi, Johann Bayer menariknya tidak selalu mengikuti dengan tepat penamaan berdasarkan dengan kecerlangan bintang pada rasi tersebut. Pada masa itu, penentuan magnitudo bintang masih dilakukan dengan kasat mata serta tanpa batuan. Sehingga, tingkat kecerlangan dari bintang belum akurat.
Untuk menyelesaikan kendala tersebut, Johann Bayer mengelompokan bintang dalam enam kelas magnitudo. Setiap kelas magnitude, memiliki rentang tertentu dan setiap bintang dikelompokan lagi berdasarkan kelas magnitudo untuk kemudian diurutkan serta diberi nama sesuai dengan abjad Yunani.
Maka, apabila dalam satu konstelasi bintang ada beberapa bintang dengan magnitudo yang berada pada kelas sama, maka urutan Alpha, Beta tidak selalu mengacu pada bintang yang paling terang.
Oleh karena itu, dalam pemberian label bintang, Johann Bayer tidak hanya menggunakan tingkat kecerlangan bintang sebagai satu-satunya parameter saja, akan tetapi juga menggunakan parameter lain seperti lokasi bintang, urutan terbitnya bintang dalam konstelasi di timur, informasi sejarah atau mitologi dan berdasarkan pilihan pribadi Johann Bayer.
Dalam hal ini, bintang Rigel tidak mendapatkan gelar Alpha karena dalam bintang Rigel berada di kaki kiri rasi Orion, sedangkan bintang Betelgeuse yang mendapatkan label Alpha Orionis berada di bahu rasi Orion sehingga bintang Betelgeuse diprediksi terbit lebih dulu dibandingkan dengan bintang Rigel.
Oleh karena itu, Johann Bayer memberikan gelar Alpha Orionis pada bintang Betelgeuse alih-alih Rigel yang menjadi bintang paling terang dalam rasi Orion.
Bintang Rigel atau bintang super giant biru memiliki jarak ke Bumi sekitar 850 tahun cahaya. Maka dengan kata lain, cahaya dari bintang Rigel yang terlihat di langit malam merupakan cahaya bintang pada 850 tahun yang lalu.
Cahaya dari bintang Rigel saat ini, diperkirakan sebelum Colombus menemukan pinggiran benua Amerika Utara yaitu dipancarkan pada sekitar 250 tahun yang lalu. Bintang Rigel adalah bintang yang memiliki energi yang sangat besar, massa dari Rigel bahkan diperkirakan mencapai 21 kali massa dari matahari.
Sehingga bintang Rigel pun mendapatkan julukan sebagai super giant biru, sang maha raksasa yang memiliki warna putih kebiruan dan memiliki ukuran lebih besar dari matahari.
Radius dari bintang Rigel lebih besar hingga 78 kali dari matahari atau mencapai sekitar 54,250,000 km yang menyebabkan Rigel memiliki suhu permukaan yang mencapai kurang lebih 12.000 derajat celcius. Selain itu, cahaya dari dari bintang Rigel sangat terang dan diperkirakan mencapai 40.000 kali lebih terang dari matahari.
Karena sangat besar, total radiasi yang dihasilkan oleh bintang Rigel bisa mencapai 66.000 kali lebih kuat dibandingkan matahari. Dengan cahaya yang lebih besar serta ukuran yang berkali-kali lipat lebih dari matahari, apabila posisi matahari digantikan oleh Rigel sebagai pusat tata surya, maka posisi dari Bumi harus berada 200 kali lebih jauh dari posisinya saat ini agar menjadi planet yang layak huni.
Posisi tersebut, setara dengan lima kali jarak matahari ke Pluto. Jika tidak, maka Bumi bisa memiliki suhu yang terlalu tinggi karena dampak dari cahaya bintang Rigel.